“Bireuen kota juang, Bireuen kota
seribu satu dayah !” Kata-kata ini tidak asing lagi terdengar di telinga kita.
Melalui percakapan sehari-hari , dalam serba-serbi politik , serta di berbagai
media sosial menyebut bireuen sebagai kota juang. Tak terkecuali bagi saya ,
historis bireuen sudah terekam jauh-jauh hari di benak dan sanubari yang paling
dalam. Why? Karena tanah kelahiran saya terletak di salah satu daerah yang
merupakan bagian dari kabupaten Bireuen.
Samalanga tepatnya! Merupakan kota kelahiran saya yang penuh dengan
hiruk-pikuk keagamaan. Kekentalan religius sangat terasa di kota yang
berjulukan “kota santri” ini. Saat ini Samalanga dikenal sebagai kota santri karena banyaknya dayah( pesantren) yang tumbuh berkembang di daerah ini.
Di antaranya adalah Dayah MUDI Mesra yang sudah memberikan kontribusi yang
besar untuk perjuangan agama Islam sejak zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda.Dayah
ini sangatlah tidak asing lagi bagi saya karena letaknya yang sangat strategis
di tempat kelahiran saya. Salah satu dayah terbesar di Aceh yang dipimpin
pertama kali oleh Faqeh Abdul Ghani, hingga saat ini dibawah kepemimpinan
seorang ulama kharismatik di Bireuen, Teungku Hasanoel Bashry
yang lebih akrab disapa dengan panggilan Abu MUDI.Nama resminya Lembaga
Pendidikan Islam Ma’hadal Ulum Diniyyah Islamiyyah Mesjid Raya yang lebih
dikenal dengan sebutan LPI atau Dayah MUDI Mesra. Santri dan masyarakat senang
dayahnya disebut Mesra. Pasalnya, selain satu lokasi dengan Mesjid Raya,
kemesraan sang Abu MUDI dalam mengajar selalu menjadi cerita dan kenangan
tersendiri bagi masyarakat.
Dalam
bingkai historis, Dayah MUDI Mesra telah didirikan seiring pembangunan Mesjid
Raya yang peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda
(1607-1636 M). Dayah ini berlokasi di Desa Mideun Jok, Kecamatan Samalanga,
Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Pimpinan pertama dayah ini bernama Faqeh
Abdul Ghani. Memasuki tahun 1927, barulah dijumpai secara jelas catatan
tentang kepemimpinan Dayah ini. Pada tahun tersebut, Dayah ini dipimpin Teungku
H Syihabuddin bin Idris dengan santri berjumlah 100 orang putra dan 50 orang
putri. Mereka diasuh lima tenaga pengajar lelaki dan dua guru perempuan.
Di
bawah kepemimpinan Abu MUDI sampai dengan sekarang, dayah ini kian maju dan
berkembang pesat. Jumlah santri terus berdatangan dari seluruh penjuru Aceh dan
juga dari luar daerah bahkan dari negera-negara tetangga seperti Malaysia,
Thailand dan Brunei Darussalam.
Tidak
hanya MUDI Mesra, Bireuen juga memiliki beberapa dayah yang eksestensinya
sangat menjanjikan untuk pengkaderan calon-calon ulama masa depan. Seperti
dayah Ummul Ayman Samalanga dibawah pimpinan Tgk Nuruzzahri( Waled Nu), Dayah
Putri Muslimat Samalanga yang dipimpin oleh Tgk.H Ahmaddellah,Dayah Babussalam
Blang Bladeh pimpinan Tgk H Amin Mahmud , Dayah Darusa’adah Lipah Rayek
pimpinan Tgk Muhammad AR,Lalu 2 Dayah di Kecamatan Simpang Mamplam yaitu Dayah
Thaultiatut Thullah Arongan pimpinan Tgk Sofyan Mahdi dan Dhiaul Huda Keude
Tambue pimpinan Tgk Abbas Abdullah. Ada beberapa dayah lagi yang dimiliki oleh Bireuen
yang siap menampung para calon teungku-teungku yang akan meneruskan estafet
perjuangan Islam di Aceh bahkan Nusantara.
Maka,
tidaklah berlebihan Bireuen disebut sebagai kota seribu satu dayah. Bireuen
Kota Juang , para pejuang yang berasal dari golongan santri yang senantiasa
berjihad mempertahankan agama Allah yang lambat laun makin memudar. Dayah
merupakan benteng pertahanan generasi muda dari segala pendangkalan akidah dan
kemaksiatan. Dengan adanya dayah, maka anak-anak tidak mudah terpengaruh oleh
dunia globalisasi saat ini.
Akhir-akhir
berembus beberapa wacana yang menyatakan bahwa Bireuen akan dideklarasikan
sebagai kota santri pada tahun 2015. Hal itu
ditegaskan oleh Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Dayah (BPPD) Kabupaten Bireuen,
Dr Saifullah, M.Ag disaat memberikan orasi ilmiah pada Penutupan pelatihan Menulis dan Pengembangan
IT bagi Santri Bireuen dan pelantikan pengurus Ikatan Penulis Santri Aceh
(IPSA) Cabang Kabupaten Bireuen di Dayah Babussalam Al-Aziziyah ,Jeunieb. Beliau
mengemukakan bahwa akan ditetapkan 10
dayah model di Bireuen, seperti Dayah MUDI Mesra sebagai Dayah Ma’had’ Aly
Modern. Dayah Ummul Ayman sebagai Dayah Tahfiz. Dayah Babussalam Al-Aziziyah
sabagai Dayah Multimedia. Dayah Nurul Jadid yang pernah menjadi juara dua
Khattil Quran sebagai dayah Seni Islami dan Dayah Jami’ah al-Aziziyah sebagai
Dayah Kejuruan. Dayah-dayah itu nanti akan ditetapkan sebaga zona
kunjungan saat prosesi penetapan Bireuen sebagai kota santri.
Sebenarnya
tanpa dideklarasikan pun, Bireuen sudah sangat dikenal sebagai kota santri
layaknya daerah samalanga yang telah memakai slogan tersebut.Namun,
pendeklarasian tersebut diperlukan untuk pengukuhan secara nasional dan
memenuhi persyaratan-persyaratan yang layak sebagai sebuah contoh model kota
santri. Kita sangat berharap semoga apa
yang dikemukakan oleh Kepala BPPD Bireuen bukan hanya isapan jempol belaka. Kontribusi
Pemerintah sangat diharapkan untuk membenahi berbagai macam fasilitas yang
masih belum layak sebagai indikator dayah yang berbasis IT .
Akhir
kata, Eksestensi Bireuen sebagai Kota Pencetak Kader Ulama harus di
pertahankan. Sudah seyogya nya wacana pemerintah yang akan mendeglarasikan
Bireuen sebagai kota santri harus direalisasikan dengan baik. Bantuan-bantuan
berupa dana sosial, pembangunan yang merata terhadap dayah harus diwujudkan.
Para pemimpin rakyat harus ikhlas, Lillahita’ala dalam menjalankan
amanah Allah yang dititahkan kepada mereka untuk menyalurkan dana kepada
dayah-dayah yang masih membutuhkan perbaikan untuk masa yang akan datang.
Semoga !