“Tsunami Museum Aceh, One Of Amazing Buildings in
Indonesia !”
Museum
Tsunami Aceh terletak di lokasi taman sari kota Banda Aceh kira-kira 500
meter dari Masjid Raya
Biturrahman Banda Aceh.Di belakangnya
terdapat komplek kuburan Belanda. Letaknya strategis dan di tengah kota,
menjadikan tempat ini sebagai alternatif untuk mengisi liburan. Terbukti lebih
1000 pengunjung datang setiap harinya.
“Ini
merupakan Akses awal pengunjung memasuki Museum
Tsunami yang memiliki panjang 30 m dan tinggi hingga 19-23 m melambangkan
tingginya gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004 silam. Air
mengalir di kedua sisi dinding museum, dengan suara gemuruh air dan cahaya yang
remang-remang agak gelap, lembab dan lorong yang sempit, mendeskripsikan
perasaan rasa takut masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, yang disebut space of fear.”
Sebuah
lorong gelap sepanjang 30 meter terbentang . Dari sisi kanan kiri dinding, air
mengucur secara perlahan namun pasti. Memericik basah hingga lintasan jalan.
Lorong berakhir di sebuah ruangan yang di
kenal dengan ruang kenangan ( memorial hall). Setiap monitor menampilkan gambar dan
foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami. Sebanyak
40 gambar yang ditampilkan dalam bentuk slide. Gambar dan foto ini seakan
mengingatkan kembali kejadian tsunami yang melanda Aceh atau disebut space
of memory yang sulit di
lupakan dan dapat dipetik hikmah dari kejadian tersebut.Foto-foto
itu tampil bergantian dengan selang beberapa detik.
“Ruang dengan dinding kaca ini memiliki
filosofi keberadaan di dalam laut (gelombang tsunami). Ketika memasuki ruangan
ini, pengunjung seolah-olah tengah berada di dalam laut, dilambangkan dengan
dinding-dinding kaca yang menggambarkan luasnya dasar laut, monitor-monitor
yang ada di dalam ruangan dilambangkan sebagai bebatuan yang ada di dalam air,
dan lampu-lampu remang yang ada di atap ruangan dilambangkan sebagai cahaya
dari atas permukaan air yang masuk ke dasar laut. “Juraida mencoba
untuk menjelaskan.
“Jadi dalam ruangan ini kita seakan-akan
berada di dalam lautan.”
Melalui Ruang Kenangan (Memorial Hall),Penelusuran
kami kemudian beranjak ke ruang sumur doa(Chamber of Blessing). Disebut sumur doa,karena
ruangan ini berbentuk silinder dengan
cahaya remang dan ketinggian 30 meter dan memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama
korban tsunami yang tertera disetiap dindingnya.
“Ruangan ini difilosofikan sebagai
kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruangan ini dianjurkan
untuk mendoakan para korban menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya (Hablumminallah)
yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong
dengan cahaya yang mengarah ke atas dan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an. Melambangkan
bahwa setiap manusia pasti akan kembali kepada Allah sebagai sang
Khaliq”.Tambah Juraida.
Dalam hati saya bergumam.”Sungguh luar
biasa insting Arsitek yang merancang gedung ini.”
Saya pernah membaca sebuah majalah pasca
rekontruksi Aceh yang menjelaskan tentang proyek pembuatan mesium tsunami
ini.Di situ di jelaskan bahwa mesium ini merupakan hasil karya sang Arsitek
Ridwan Kamil seorang Dosen Insitut Teknologi Bandung(ITB).Dia mengusung
filosofi mesium ini, Rumoh Aceh as Escape Hill yang berwarna coklat dengan
tembok berlubang-lubang. Jika diperhatikan dari atas akan tampak seperti
gelombang tsunami. Namun, bila diperhatikan dari samping akan tampak seperti
kapal,lengkap dengan cerobong asap dan geladak yang luas sebagai ecape
building.
Kemudian
Juraida mengajak saya untuk menuju lantai teratas dan ruang museum yang
lain.Kami melewati lintasan jalan melingkar disisian sumur doa.Lantainya tak
rata, bergelombang. Besi panjang melingkar di dinding sebagai pegangan. Cahaya
yang minim membuat kami kesulitan untuk berjalan.
Kesulitan
dan kebingungan inilah yang digambarkan dalam lintasan ini. Kebingungan
masyarakat Aceh akan tujuan hidup, kehilangan sanak keluarga dan juga
kebingungan hilangnya harta benda.Maka filosofi lorong ini disebut Space of Confuse. Kebingungan
ini berhenti diujung lorong. Perlahan cahaya terang mulai tampak, melambangkan bahwa masyarakat Aceh pada
saat itu masih memiliki harapan dengan adanya bantuan dunia untuk Aceh guna
membantu memulihkan kondisi fisik dan psikologis masyarakat Aceh yang pasca
tsunami mengalami trauma dan kehilangan
yang besar. lintasan terasa lebih rata. Diujung sana jembatan
kayu terbentang di tengah kolam.
“Itu
merupakan jembatan harapan!” seru Juraida.
Jembatan
sepanjang 15 meter ini melintang menuju area ruang pameran. Juraida menjelaskan,
“Disebut jembatan harapan
karena melalui jembatan ini pengunjung dapat melihat 54 bendera dari 54 negara
yang ikut membantu Aceh pasca tsunami, jumlah bendera sama denga jumlah batu
yang tersusun di pinggiran kolam. Di setiap bendera dan batu bertuliskan kata
‘Damai’ dengan bahasa dari masing-masing negara sebagai refleksi perdamaian
Aceh dari peperangan dan konflik sebelum tsunami terjadi. Dunia melihat secara
langsung kondisi Aceh, mendukung dan membantu perdamaian Aceh, serta turut
andil dalam membangun (merekontruksi) Aceh setelah pasca bencana yang menimpa
Aceh.
Oh
iya, sebelumnya saya belum menjelaskan bahwa ketika pertama kali saya memasuki
halaman mesium, saya menemukan adanya bangkai
helikopter milik Polri yang menjadi saksi bisu keganasan gelombang tsunami.
Konon katanya, Helikopter tersebut tidak
sempat terbang akibat telah dilumat terlebih dahulu oleh kedahsyatan gelombang
tsunami.Dan saya sempat mengabadikan momen tersebut dalam sebuah jepretan foto.
Jam telah menununjukkan jarumnya pada angka
12. Kami pun akhirnya mengakhiri perjalanan ini , bergegas untuk menelusuri
objek wisata lainnya di Banda Aceh. Dalam perjalanan pulang kami berpas-pasan
dengan beberapa bulek, turis asing yang mengunjungi mesium. Saya mencoba
mendekat pada mereka. Saya memberanikan diri untuk bertanya , sharing pendapat
tentang bangunan megah yang mereka kunjungi ini.
“What do you think about this museum. Is it
wonderfull?” sambil tersenyum saya mengutarakan pertanyaan kepada meraka.
Yes,it’s great!. I love this building.It’s
one of amazing buildings in Indonesia.” Mereka memberikan pendapat dengan jelas
dan terbuka.